MENGENAL
BEBERAPA SAINTIS MUSLIM
Oleh
: M. Irham Roihan[1]
“Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat
Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan
tentang peciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini semua dengan sia-sia..” (QS
3:190-191).
Dalam realitas sosial keseharian kita, tentunya pepatah “tak
kenal maka tak sayang” sudah sering sekali terdengung ditelinga kita. Nampaknya
pepatah tersebut telah mengakar daging sehingga sulit untuk dilupakan begitu
saja. “Tak kenal maka tak sayang” sebagai sebuah kalimat yang mendunia ini harus
dijadikan sebagai dasar untuk mengenal secara lebih komprehensif
ilmuwan-ilmuwan muslim yang sangat berjasa dan memiliki konstribusi dalam
peradaban dunia Islam. Mengapa? Karena
seringkali Islam di justifikasi oleh orang-orang dan golongan yang tidak
pernah mengenalnya sebagai agama yang mundur dan memundurkan. Bahkan Islam juga dikatakan tidak pernah menggalakkan
umatnya untuk menuntut dan menguasai pelbagai lapangan ilmu pengetahuan. Pada
intinya sangat berbanding terbalik dengan ayat yang disebutkan diatas.
Hal tersebut menunjukkan bahwa orang-orang tersebut
sebenarnya sedang mengalami rabun jauh yang kemudian penulis katakan sebagai
penyakit “rabun jauh orientalis”. Gambaran
yang diberikan tersebut sesungguhnya bukan saja tidak benar tetapi juga
sangat bertentangan dengan hakikat sejarah yang sebenarnya. Sejarah adalah
fakta, dan fakta adalah sejarah. Sejarah telah membuktikan betapa dunia Islam
telah melahirkan banyak golongan sarjana dan ilmuwan yang cukup hebat dalam
berbagai bidang keilmuwan. Namun, dengan banyaknya ilmuwan hebat tersebut juga
banyak sekali penemuan-penemuan dari kebudayaan Islam yang tak tercatat
sejarah. Diantara penemuan tersebut adalah keilmuwan dalam
bidang falsafah, sains, politik, kesusasteraan, kemasyarakatan, agama,
pengobatan, astronomi dan sebagainya. Salah satu
ciri yang dapat diperhatikan pada para tokoh ilmuwan Islam ialah mereka tidak
sekedar dapat menguasai ilmu tersebut pada usia yang muda, tetapi mereka juga
menguasai keilmuwan tersebut dalam masa yang singkat dan dapat menguasai
beberapa bidang ilmu secara bersamaan. Alasan lain mengapa kemudian banyak
penemuan oleh ilmuwan islam tidak tercatat oleh sejarah dan dengan mudahnya di
ambil oleh orientalis adalah pada masa lalu dan memang sudah ajaran Islam,
bahwa jika seseorang menemukan alat atau apapun yang belum ada manusia yang
menciptakannya, maka wajiblah baginya untuk menyebarkan hasil temuannya itu.
Menyebarkannya kepada umat manusia agar mereka
semakin dapat mempermudah pekerjaannya dan menjadikan mereka semakin bersyukur
kepada Allah. Sehingga esensi ataupun substansi yang terkandung dalam QS
3 : 190-191 benar-benar menjadi ruh perjuangan para ilmuwan muslim tersebut.
Dengan
mengenal beberapa saintis muslim inilah kemudian kita diharapkan mampu untuk
lebih memahami motif yang tersembunyi dibalik usaha untuk mendapatkan “hak
paten” atau “upeti” oleh orang-orang barat terhadap para saintis muslim, lebih
mendalami hakikat dan hubungan erat antara islam dan sains, dan tentunya dapat
menjadi motivasi internal untuk mampu berusaha seperti yang telah dilakukan
oleh para ilmuwan Islam terdahulu. Sehingga kapasitas internal kita setidaknya
mampu menyeimbangi mereka, dan tidak mengidap penyakit “rabun dekat kaum muslim”.
SEKILAS TENTANG IBNU SINA
Apa yang terlintas di benak anda saat mendengar
nama Ibnu Sina atau yang
sering dijuluki sebagai Avicenna? Tentunya seorang tokoh
cendekiawan muslim yang besar di bidang kedokteran, seorang ilmuwan yang magnum
opus-nya berjudul Canon (al-Qanun fi al-Tibb) menjadi
buku teks kedokteran di universitas-universitas ternama di Eropa selama lebih
dari 5 abad. Ibnu Sina lahir di daerah
Bukhara, Asia Tengah, pada tahun 981 Masehi, Abu Ali al-Hussain Ibn Abdallah
Ibn Sina telah mampu menghafal Al-Qur’an pada usia 10 tahun. Bakat dan
ketekunannya yang besar mengantarkannya menjadi dokter yang diakui masyarakat
Bukhara pada usia 17 tahun. Ibnu
Sina, seperti juga para ilmuwan di masa dahulu, lebih sebagai seorang ilmuwan
alam yang generalis. Keingintahuannya terhadap rahasia penciptaan alam semesta
yang diikuti dengan pengamatan secara tekun dan teliti, menghasilkan
penemuan-penemuan lainnya di bidang astronomi, fisika, matematika, kimia dan musik
serta di bidang geologi.[2]
Kelebihan yang dimiliki oleh Ibnu Sina sangat
beragam. Dialah yang pertama kali mencatat dan menggambarkan anatomi tubuh
manusia secara lengkap. Selain dikenal sebagai seorang filusuf, ilmuwan, dan
juga dokter, Ia juga dikenal sebagai seorang penulis yang sangat produktif.
Sebagian besar karyanya adalah tentang filsafat dan pengobatan. Bagi banyak
orang, Ibnu Sina adalah bapak pengobatan modern.
Sejak kecil, Ibnu Sina sudah menunjukkan
kepandaiannya yang luar biasa. Di Usia 5 tahun, ia telah belajar menghafal
Al-Qur’an dan belajar mengenai ilmu-ilmu agama. Ilmu kedokteran baru ia
pelajari pada usia 16 tahun. Tidak hanya belajar mengenai teori kedokteran,
tetapi beliau selalu melakukan pembelajaran melalui studi empiris dengan
melayani orang-orang sakit sehingga di usia yang masih muda, ia dapat menemukan
metode-metode baru dari perawatan. Profesinya dibidang kedokteran dimulai sejak
umur 17 tahun. Kepopulerannya sebagai dokter bermula ketika ia berhasil
menyembuhkan Nuh bin Mansur, salah seorang penguasa Dinasti Samaniah
sedangkan para tabib dan ahli kedokteran lain yang hidup pada masa itu tidak
berhasil menyembuhkan penyakit sang raja.
Ibnu sina, nama tersebut semakin melambung diusianya
yang tergolong sangat muda. Selain terkenal sebagai orang yang ahli dalam ilmu
agama dan kedokteran, ia juga ahli dalam berbagai macam bidang sains,
diantaranya matematika, logika, fisika, geometri, astronomi, metafisika, dan
filosofi. Sehingga dengan berbagai macam keahliannya tersebut, pada usia 18
tahun, Ibnu Sina memperoleh predikat sebagai seorang fisikawan.
Beranjak pada usianya yang ke 22, ayahnya saat
itu pergi meninggalkan Ibnu Sina untuk selamanya. Semenjak kematian ayahnya, ia
mulai berkelana untuk menyebarkan ilmu dan mencari ilmu yang baru. Tempat
pertama yang menjadi tujuannya adalah Jurjan, sebuah kota di Timur
Tengah. Disinilah ia bertemu dengan seorang sastrawan sekaligus saintis dan
ulama besar Abu Raihan Al-Biruni. Ia kemudian berguru kepada Al-Biruni.[3]
Tidak sampai di kota Jurjan saja, ibnu sina
melanjutkan perjalanannya menuju kota Rayy dan Hamadan. Disinilah
karya besar dan spektakulernya Qanun fi Thib mulai ditulis. Ditempat ini
pula pula, ibnu sina banyak berjasa terutama pada raja Hamadan. Seakan tak
pernah lelah, ia melanjutkan lagi pengembaraannya. Kali ini ke daerah Iran.
Disepanjang jalan yang dilaluinya itu, banyak lahir karya-karya besar yang
memberikan manfaat besar pada dunia ilmu kedokteran khususnya.
Perkembangan dunia kedokteran awal tidak bisa
terlepas dari nama besar Ibnu Sina. Ialah yang banyak menyumbangkan karya-karya
asli dalam dunia kedokteran. Dalam Qanun Fi Thib misalnya, ia menulis
ensiklopedia dengan jumlah jutaan item tentang pengobatan dan
obat-obatan. Ia juga yang memperkenalkan penyembuhan secara sistematis, dan
metodenya tersebut dijadikan rujukan utama selama tujuh abad lamanya. Selain
menjadi pencetus ide penggambaran anatomi tubuh manusia secara lengkap, ia juga
orang pertama yang merumuskan bahwa kesehatan fisik dan kesehatan jiwa memiliki
keterkaitan dan saling mendukung.
Sepanjang hayatnya, Ibnu Sina telah banyak
menulis berbagai macam karya yang berkaitan dengan bidang yang ditekuninya.
Jumlahnya mencapai 250 karya, baik dalam bentuk buku maupun risalah.
Karya-karyanya tersebut antara lain :
a. Qanun Fi
Thib
Kitab
ini ditulis ketika ia menuntut ilmu di Rayy dan Hamadan. Qanun Fi Thib yang
dalam bahasa inggris telah diterjemahkan dengan nama The Canon Of Medicine, berisi
tentang berbagai macam cara penyembuhan dan obat-obatan. Didalamnya tertulis
jutaan item tentang pengobatan dan obat-obatan. Karena itulah, ada pula yang
menamakan kitabnya ini sebagai Ensiklopedia Pengobatan.
b. Asy-Syifa
Dalam
buku asy-syifa ini, Ibnu Sina juga menuliskan tentang masalah penyakit dan
pengobatan sekaligus obat yang dibutuhkan berkaitan dengan penyakit
bersangkutan. Sama seperti Qanun Fi Thib, Kitab Asy-syifa ini juga dikenal
dalam dunia kedokteran sebagai Ensiklopedia Filosofi dunia kedokteran. Kitab
ini terdiri dari 18 jilid.
c. Al-Magest
Buku ini
berkaitan dengan bidang astronomi. Diantara isinya terdapat bantahan terhadap
pandangan Euclides, serta meragukan pandangan Aristoteles yang menyamakan
bintang-bintang tak bergerak. Menurutnya, bintang-bintang yang tidak bergerak
berada dalam satu globe.
SEKILAS TENTANG AL-BIRUNI
Abu Raihan Al-Biruni merupakan matematikawan Persia, astronom,
fisikawan, sarjana, penulis ensiklopedia, filsuf, pengembara, sejarawan, ahli
farmasi dan guru, yang banyak menyumbang kepada bidang matematika, filsafat,
dan obat-obatan. Abu Raihan Muhammad Al-Biruni lahir di daerah Uzbekistan pada tahun
973 Masehi, menulis lebih dari 200 buku hasil pengamatan dan percobaannya, yang
setara dengan 13 ribu lembar folio, melebihi jumlah lembaran tulisan Galielo dan Newton bila keduanya digabungkan. Para ahli
sejarah menyebut masa keemasan ilmu pengetahuan saat itu sebagai “abad
Al-Biruni”.
Dengan kemampuan linguistik yang luar biasa, Al
Biruni mampu menyerap ilmu pengetahuan secara langsung dari berbagai sumber
kebudayaan. Hal ini mendasarinya untuk menetapkan metode ilmiah yang menjadi
pegangan para ilmuwan setelahnya, yaitu : “seorang peneliti harus menggunakan
setiap sumber yang ada dalam bentuk aslinya, melakukan pekerjaan dengan
ketelitian obyektif, dan melakukan penelitian melalui pengamatan langsung dan
percobaan”.
Di bidang geologi, karya terbesar Al Biruni
adalah pada subyek mineralogi,
berjudul Gems (Kitab-al-Jamahir). Beliau
mendeskripsikan lebih dari 100 mineral lengkap dengan varian, genesa,
karakteristik dan nilai ekonomisnya. Beliau pula yang menemukan cara menentukan
berat jenis secara akurat untuk 18 jenis mineral penting. Dalam kitab ini
beliau juga memuat data berbagai cadangan mineral yang ada di Cina, India,
Srilangka, Eropa Tengah, Mesir, Mozambiq, dan kawasan Baltik.
Pada subyek geomorfologi[4],
Al Biruni meneliti karakteristik Sungai Gangga dari sumbernya di pegunungan
Himalaya hingga ke Delta Gangga-Brahmaputra di tepi Samudera Hindia. Beliau
menemukan pengurangan ukuran butir sedimen dari hulu ke hilir terkait dengan
berkurangnya energi arus sungai yang membawanya. Beliau juga mengajukan proses
pembentukan lembah sungai akibat proses erosi yang berlangsung lama dan pelan,
mendahului pendapat serupa yang dikemukakan oleh Nicolas Desmarest, seorang
geologis Perancis, pada tahun 1756. Selain itu perhatiannya terhadap perubahan
arah aliran Sungai Amu Darya menghasilkan kajian evolusi morfologi Asia Tengah.[5]
Pada subyek paleontologi[6],
Al Biruni juga melakukan pengamatan pada fosil-fosil yang ada di lapisan batuan
di India dan menyimpulkan bahwa fosil-fosil tersebut berasal dari laut. Hal ini
mendasarinya berpendapat bahwa batuan di India dahulu terbentuk di lautan.
Masyarakat Barat di kemudian hari lebih mengenal prinsip ini sebagai yang
ditemukan oleh Leonardo da
Vinci pada abad ke-16.
Pada subyek hidrogeologi,
Al Biruni meneliti prinsip dan rekayasa hidrostatik mata air alami dan artesis.
Al Biruni menghasilkan beragam karya original lainnya di bidang geografi,
kartografi, botani, astronomi, fisika, matematika, kedokteran, sosiologi dan
ilmu sejarah. Ragam penelitian Al Biruni meliputi semua jenis ilmu yang ada
saat itu. Sehingga banyak ahli sejarah menganggapnya bukan saja ilmuwan muslim
terbesar di abad pertengahan, tetapi juga sebagai ilmuwan terbesar sepanjang
masa.
Buku karya Al Biruni lainnya yang dianggap
berpengaruh adalah India (Kitab-al- Hind), yang menjadi
rujukan para peneliti India hingga hampir 6 abad setelahnya. Al Biruni yang
pernah tinggal di India selama 20 tahun mengupas secara rinci dan masif beragam
kondisi geografi, sosial, budaya, bahasa dan keagamaan masyarakat India.
Menarik sekali melihat seorang ilmuwan alam mumpuni yang juga fasih dalam
merekam dan menyatu dengan realitas sosial masyarakatnya. Al Biruni memang
dikenal sebagai seorang tokoh yang penuh rasa toleransi.
Berbeda dengan Ibnu Sina, karya-karya Al Biruni
baru diterjemahkan ke bahasa-bahasa Eropa setelah abad ke-20, sehingga pengaruh
pemikiran dan sumbangannya terhadap ilmu pengetahuan Barat kurang berpengaruh.
Kejujuran dan dedikasinya yang total terhadap
ilmu pengetahuan mungkin dapat digambarkan dari peristiwa penolakannya terhadap
penghargaan dari Sultan yang berkuasa saat itu, berupa ribuan mata uang perak
yang dibawa oleh 3 ekor unta. Dengan sopan Al Biruni berkata, “saya mengabdi
terhadap ilmu pengetahuan demi ilmu pengetahuan itu sendiri dan bukan demi
uang”. Sifat antusiasnya yang sangat besar terhadap ilmu juga tergambar dari
ungkapannya bahwa “Allah itu Maha Mengetahui dan tidak menyukai ketidaktahuan”.
SEKILAS
TENTANG JABIR IBNU HAYYAN
Orang-orang Eropa menamakannya Gebert, ia hidup antara tahun
721-815 M. Dia adalah seorang tokoh Islam yang mempelajari dan mengembangkan
dunia Islam yang pertama. Ilmu tersebut kemudian berkembang dan kita mengenal
sebagai ilmu kimia. Bidang keahliannya, (dimana dia mengadakan penelitian)
adalah bidang : Logika, Filosofi, Kedokteran, Fisika, Mekanika, dan sebagainya.
Ia juga merupakan pelopor ilmu kimia islam, seorang sufi dan syi’ah.
Ia ahli kimia dengan berbagai eksperimennya, penemu
sejumlah perlengkapan alat laboratorium modern, system penyulingan air,
identifikasi alkali, asam, garam, mengolah asam sulfur, soda api, asam
nitrihidrokhlorik pelarut logam dan air raksa (jauh sebelum Mary Mercurie),
pembuat campuran komplek untuk cat. Kontribusi terbesar Jabir adalah dalam
bidang kimia. Keahliannya ini didapatnya dengan ia berguru pada Barmaki Vizier,
di masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid di Baghdad. Ia mengembangkan teknik
eksperimentasi sistematis di dalam penelitian kimia, sehingga setiap eksperimen
dapat direproduksi kembali. Jabir menekankan bahwa kuantitas zat berhubungan
dengan reaksi kimia yang terjadi, sehingga dapat dianggap Jabir telah merintis
ditemukannya hukum perbandingan tetap. Kontribusi lainnya antara lain dalam
penyempurnaan proses kristalisasi, distilasi, kalsinasi, sublimasi dan
penguapan serta pengembangan instrumen untuk melakukan proses-proses tersebut.[7]
SEKILAS
TENTANG MUHAMMAD IBN MUSA AL-KHAWARIZMI
Ia adalah seorang pakar dalam bidang matematik,
astronomi dan geografi dari Iran. Al-Khawarizmi juga dikenali sebagai bapak
algebra. Orang Eropa menyebutnya dengan AlGorisma. Nama itu kemudian
dipakai orang-orang barat dalam arti kata Aritmatika atau ilmu hitung. Mengapa
? Karena dia adalah seorang muslim yang pertama-tama dan ternama dalam ilmu
Matematika dan ilmu hitung. Bukunya yang terkenal berjudul Al-jabar Wal Muqobalah,
kemudian buku tersebut disalin oleh orang-orang barat dan sampai sekarang ilmu
itu kita kenal dengan nama Al-Jabar. Ia menemukan logaritma (berasal dari nama Al
Khwarizmi) dan aljabar (Al Jabr), ilmu bumi dengan menyatakan bumi itu bulat
sebelum Galileo dengan bukunya Kitab Surah al Ardh.[8]
SEKILAS
TENTANG MUHAMMAD IBN ZAKARIYA AR-RAZI
Dalam dunia barat, ia dikenali sebagai Rhazes di dunia barat merupakan salah
seorang pakar sains Iran yang hidup antara tahun 864 – 930. Ar-Razi juga
diketahui sebagai ilmuwan serba bisa dan dianggap sebagai salah satu ilmuwan
terbesar dalam Islam. Ia lahir di Rayy, Teheran pada tahun 251 H./865 dan wafat
pada tahun 313 H/925. Ar-Razi sejak muda telah mempelajari filsafat, kimia,
matematika dan kesastraan. Dalam bidang kedokteran, ia berguru kepada Hunayn
bin Ishaq di Baghdad. Sekembalinya ke Teheran, ia dipercaya untuk memimpin
sebuah rumah sakit di Rayy. Selanjutnya ia juga memimpin Rumah Sakit Muqtadari
di Baghdad. Sebagai seorang dokter utama di rumah sakit di Baghdad, ar-Razi
merupakan orang pertama yang membuat penjelasan seputar penyakit cacar. Razi
diketahui sebagai seorang ilmuwan yang menemukan penyakit “alergi asma”,
dan ilmuwan pertama yang menulis tentang alergi dan imunologi. Pada salah satu
tulisannya, dia menjelaskan timbulnya penyakit rhintis setelah mencium bunga
mawar pada musim panas. Razi juga merupakan ilmuwan pertama yang menjelaskan
demam sebagai mekanisme tubuh untuk melindungi diri. Pada bidang farmasi,
ar-Razi juga berkontribusi membuat peralatan seperti tabung, spatula dan
mortar. Ar-razi juga mengembangkan obat-obatan yang berasal dari merkuri.[9]
SEKILAS TENTANG ABU AL-WALID MUHAMMAD IBN RUSYD
Ibnu Rusyd atau nama lengkapnya Abu Walid Muhammad Ibnu Ahmad adalah ahli falsafah, perubatan,
matematik, teologi, ahli fikah mazhab Maliki, astronomi, geografi dan sains.
Rushd lahir 1126 dan meninggal dunia 1198. Dilahirkan di Spanyol dan meninggal
dunia di Maghribi, beliau adalah ahli falsafah yang paling agung pernah
dilahirkan dalam sejarah Islam. Pengaruhnya bukan sahaja berkembang luas
didunia Islam, tetapi juga di kalangan masyarakat di Eropah. Di Barat, beliau
dikenal sebagai Averroes dan bapak kepada fahaman sekularisme.[10]
SEKILAS TENTANG AL-KINDI
Dalam dunia barat dia dikenal dengan nama Al-Kindus.
Memang sudah menjadi semacam adat kebiasaan orang barat pada masa lalu dengan
melatinkan nama-nama orang terkemuka, sehingga kadang-kadang orang tidak
mengetahui apakah orang tersebut muslim atau bukan. Tetapi para sejarawan kita
sendiri maupun barat mengetahui dari buku-buku yang ditinggalkan bahwa mereka
adalah orang Islam, karena karya orisinil mereka dapat diketahui dalam bentuk
tulisan ilmiah mereka sendiri. Al Khindi adalah ahli ilmuwan ensiklopedi,
pengarang 270 buku, ahli matematika, fisika, musik, kedokteran, farmasi,
geografi, ahli filsafat Arab dan Yunani kuno. Al-Kindi adalah seorang filosof muslim dan ilmuwan
sedang bidang disiplin ilmunya adalah: Filosofi, Matematika, Logika, Musik,
Ilmu Kedokteran.[11]
[1] Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum UII
dan Santri Pondok Pesantren UII angkatan 2010.
[2] Salahudin Husein, Sepintas Mengenal Kiprah ilmuwan Muslim dalam
Perkembangan Awal Ilmu Geologi, dikutip dari http://reocities.com/BourbonStreet/inn/5330/kolom_geologi/Geolog_Muslim.html pada tanggal
29 Oktober 2012
[3] Masmoy, Ibnu Sina Bapak Kedokteran Dunia dikutip dari http://masmoi.wordpress.com/2009/12/28/ibnu-sina-bapak-kedokteran-dunia/ pada tanggal
30 Oktober 2012
[4] Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia,
Geomorfologi diartikan Ilmu tentang bentuk permukaan bumi masa kini dan proses
yang mengakibatkan terjadinya bentuk itu.
[5] Salahudin
Husein, Sepintas Mengenal Kiprah ilmuwan Muslim dalam Perkembangan Awal Ilmu
Geologi…
[6] Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia, paleontology diartikan ilmu
tentang fosil (tumbuhan dan hewan)
[7] Hisyam Ad-Dien, Inilah 101 Ilmuwan dan
Tokoh Sains Muslim Yang dilupakan Dunia, dikutip dari http://www.globalmuslim.web.id/2012/08/inilah-101-ilmuwan-dan-tokoh-sains.html pada tanggal
30 Oktober 2012
[8] Ibid,
[9] Ibid
[10] Ibid
[11] Ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar