DPR : DEWAN PEMERAS RAKYAT
Oleh : Muh. Irham Roihan[1]
Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan suatu lembaga negara yang mempunyai 3 fungsi sekaligus yang diatur didalam UUD RI 1945. Ketiga
fungsi tersebut yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran (budgeting), dan fungsi
pengawasan.
Dua dari ketiga fungsi tersebut, dalam penerapannya
DPR di bantu oleh Pemerintah (eksekutif) yaitu dalam
hal pembentukan atau pembahasan anggaran, dan pembuatan undang-undang (legislasi). Sedangkan dalam
fungsi pengawasan, DPR sendirilah yang mengontrol kinerja eksekutif. Ketentuan normatif ini termuat dalam pasal 19 hingga
pasal 22 B UUD RI 1945.
Dalam
implementasi fungsi DPR tersebut, dapat
kita nilai secara objektif bahwa kinerja para anggota dewan
sesungguhnya tidak sejalan dengan
apa yang diharapkan oleh rakyat, DPR justru telah menciderai hati nurani
rakyat, banyak anggota DPR saat ini yang hanya berkedok anggota dewan saja
tetapi hatinya yang sebenarnya untuk menggerogoti uang uang rakyat dengan dalih
melindungi kepentingan rakyat. Padahal, DPR yang sering disebut-sebut sebagai
representasi rakyat yang terhormat, seharusnya mampu untuk menunjukkan
kinerjanya layaknya tukang becak yang bekerja keras untuk mendapatkan sesuap
nasi.
Menilik sejarah masa lalu, yaitu
ketika zaman orde baru yang kekuasaan terlalu bertumpu pada kekuasaan eksekutif
(eksekutif heavy) banyak penyalahgunaan
wewenang berasal dari kalangan eksekutive, namun sejak runtuhnya dinasti orde
baru tersebut yang disimbolkan dengan hadirnya era reformasi, keadaan justru
berbalik dengan perpindahan kekuasaan yang
semula dari eksekutif menjadi legislatif dan hal tersebut sangat di manfaatkan
oleh anggota dewan "yang terhornmat" untuk memperbesar perut dan memuaskan nafsu masing-masing.
Sebagai contoh riil yang saat ini marak diperbincangkan di media massa terkait
kasus-kasus yang menjerat anggota dewan, antara lain kasus mafia banggar, kasus
video porno, kasus wisma atlet, kasus pembelian kursi sidang, dan kasus-kasus yang
belum terungkap lainnya. Hal tersebut menunjukkan betapa miskinnya moral wakil
rakyat yang terhormat ini, yang menjadi pertanyaan kemudian adalah jika yang diawasi dan yang mengawasi sama-sama
korupsi (moral dan finansial) terus siapa yang mengawasi?
Itulah
pertanyaan besar bagi bangsa ini, DPR sebagai mandataris rakyat telah di bayar mahal oleh rakyat tetapi dalam praktek
kerjanya mereka sama sekali tidak menunjukkan bahwa mereka pantas untuk di gaji
besar oleh rakyat. Masih pantaskah mereka di sebut mandataris rakyat yang notabene-nya
hanya menghambur-hamburkan uang rakyat dengan wisata mereka yang berkedok study
banding? Tanpa disadari, kita telah diperas oleh mereka yang tidak berhati
nurani dalam menjalankan amanah sebagai wakil rakyat. Seharusnya kita bisa
mencontoh wakil rakyat di Belanda. Mereka bisa menunjukkan bagaimana menjadi
wakil rakyat yang benar, di Belanda wakil rakyat tidak di gaji dan tidak diberi
tunjangan yang mewah seperti anggota DPR kita dengan berjajar mobil mobil mewah
di depan gedung DPR, padahal rakyatnya masih banyak yang berada dalam garis
kemiskinan. Hal unik lain yang dapat dilihat terhadap anggota DPR di Indonesia
adalah tidur dan sering bolos pun di gaji dan diberi tunjangan yang sama dengan
anggota DPR yang aktif! Apakah itu masih kurang pantas kalau DPR disebut
sebagai kedok wakil rakyat dan juga sebagai pemeras uang rakyat.
Bandingkan saja dengan sistem upah
yang diperoleh oleh anggota DPR di Belanda. Sistem upah disana sangat di
tentukan oleh seberapa giat kerja mereka, sama halnya dengan ilustrasi tukang becak
yang telah di singgung di awal tulisan ini. Jika kerja mereka malas maka
upahnya pun sedikit bahkan bisa tidak mendapatkan upah, tetapi jika kerja
mereka rajin dan sungguh-sungguh mereka akan mendapatkan upah banyak. Jadi
dengan sistem seperti itu dapat di ketahui siapa yang benar benar bekerja, dan
siapa yang malas, dan dengan sistem seperti itu juga dapat dipastikan bahwa yang
menjadi anggota DPR adalah orang-orang yang benar benar berkerja untuk rakyat.
Andai saja parlemen di Indonesia seperti itu, alangkah indahnya check and balances di negara ini.
[1] Penulis
adalah Santri Pondok Pesantren UII angkatan 2010. Artikel ini diajukan untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah Metode Penulisan di Media Masa.
ayoo tulisannya ditambah lagi irham
BalasHapuskeep spirit :-)
wah..blog kamu berat banget ham...
BalasHapusini ikon kartun yg kiri pojok bawah ini bkin susah pembaca baca artikel kmu, mending taro di pojok kanan...
lagunya juga bkin blog kamu loadingnya lama..
maaf lo bnyk komentar cz mw bc jd suah..
tpi tampilannya NICE :)